Real Madrid telah menghabiskan dana tidak kurang dari 160 juta euro untuk mendatangkan tiga pemain, yakni Kaka (65 juta, dari AC Milan), Cristiano Ronaldo (80 juta, man. United) dan Raul Albiol (15 juta). Minggu ini, dikabarkan Madrid berhasil mendatangkan seorang bintang lagi, yaitu Karim Benzema dari Olympique Lyonnais. Nilainya tidak dibeberkan ke media (undisclosed), tetapi nilai pasar the french wonderkid tidak kurang dari 30 juta euro. Kesan menghambur-hamburkan uang lantas dicap ke tubuh Madrid. Apalagi ditengah krisis global yang mendera sebagaian besar negara Eropa. Lalu dari mana Madrid mendapat uang sebanyak itu? jawabannya adalah dari hutang, lebih tepatnya pinjaman bank. Mungkin ini adalah investasi yang bagus, karena selain David Beckham, Ronaldo dan Kaka adalah instrumen investasi yang paling bagus saat ini. Mereka berdua bisa mendatangkan banyak uang, bisa lewat sponsor, merchandise, hak siar televisi atau pendapatan dari hadiah juara (jika kelak Madrid bisa menjuarai liga lokal atau Eropa).
Madrid adalah salah satu fenomena 'penyakit' yang menggejala di sepakbola belakangan ini, yakni prestasi instan lewat belanja pemain secara gila-gilaan dan cenderung tidak masuk akal. Penyakit lain adalah the blue side of Manchester, Manchester City. Salah satu penyebabnya adalah perubahan kepemilikan oleh orang asing, bisa orang AS, Arab atau Asia. Selain mengurangi nilai kompetisi bagi tim-tim medioker, keberadaan pemain lokal juga menjadi barang langka. Tim-tim berduit jadi lebih rakus dalam membeli pemain bintang, tak perduli apakah pemain tersebut minta digaji 2 miliar per-pekannya.
Dalam pandangan saya, sepakbola eropa sekarang menuju ke arah pragmatisme dimana hasil akhir adalah tujuan utama. Madrid, Manchester City, Chelsea, Man. United, FC Internazionale, Bayer Muenchen dan Barcelona adalah raksasa-raksasa yang lebih suka berbelanja pemain jadi daripada mengorbitkan pemain binaannya sendiri. Untuk alasan ini, saya lebih simpati kepada Arsenal yang berjuang membuat pemain muda berkiprah di kompetisi level atas, meski hasil 'investasi' tersebut belum memberikan hasil maksimal.
Saya pikir, belakangan nilai-nilai sepakbola menjadi luntur dengan makin banyaknya entitas bisnis yang menjajah sepakbola. Tidak ada lagi pemain seperti Santiago Munez yang terbang sejauh ribuan kilometer hanya untuk menjalani trial (uji coba) dengan Newcastle United. Tidak ada lagi kebanggaan ketika tim seperti Madrid menjadi juara. Bukankah tim dipenuhi bintang selalu ada tekanan untuk juara? bahkan, mungkin tidak ada lagi kelak tidak ada lagi perasaan memiliki klub dari seorang pemain, karena yang dipikirkan si pemain hanyalah gaji tinggi, pajak rendah, foya-foya, dugem dan bermain wanita. Duh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar