Jumat, 11 September 2009

Air

Untuk pertama kali dalam hidup, saya begitu bersyukur atas mancurnya air dari sebuah keran di rumah.  Ya, saya begitu menantikannya sama halnya ketika menanti hasil ujian, harap-harap cemas. Saya menantikan kehadirannya setiap pagi, sore, malam, bahkan dini hari. Ini bukanlah dongeng. Dalam persepsi saya, kejadian seperti ini sungguh menyedihkan sekaligus memalukan, jika mengingat bahwa negara kita 75% terdiri dari air, tapi sebagaian besar wilayah Indonesia belum merdeka dari kebebasan dalam memperoleh air. 

Air -bersama dengan Udara- adalah benda tidak berharga, memperolehnya tidak dengan perjuangan keras dan memliki nilai ekonomis yang rendah. Itu yang saya pelajari ketika di bangku sekolah. Apa yang menjadi fakta kemudian adalah bahwa untuk mendapat se-jeriken air, Anda harus menggunakan mesin pompa, atau harus membelinya seharga Rp. 2.000,- per jeriken. Menyedihkan memang, dan parahnya lagi ini terjadi di banyak wilayah Indonesia. Yang saya alami, 'krisis air' seperti ini pernah terjadi di Kalimantan Timur (Bontang, Balikpapan) dan Kalimantan Barat (Pontianak, Ketapang). Pernah saya baca, di daerah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua juga terjadi hal yang sama. Kemudian saya berpikir, apakah air tanah yang sudah habis akibat sistem ptata wilayah yang kurang benar, perubahan iklim akibat global warming sehingga musim hujan tiba lebih lama, atau memang kandungan air tanah yang berbeda-beda di tiap wilayah? 

Jangan tanya bagaimana jadinya jika harus menggunakan air tanah (yang disedot dengan mesin pompa) untuk berbagai hal, misalnya mencuci, mandi atau wudlu. Baju menjadi bau, badan gatal-gatal dan segalanya menjadi lebih runyam karena tidak setiap hari air mengalir. Memakai air jenis ini seperti menelan pil pahit. Digunakan tidak memberi manfaat, jika tidak digunakan bagaimana kami mencuci, mandi, atau sekadar menyiram air kencing?

Seringkali, ketika nunggu air ngalir atau ember penuh, saya dan istri sering membandingkan dengan kondisi di kampung halaman kami, suatu desa di Jombang, jawa Timur. Di desa kami, bahkan air mengalir sepanjang tahun. Kami sering menggunakan air bukan untuk tujuan 'wajib', misalnya mandi atau mencuci, tetapi untuk nyiram tanaman atau halaman. Ketika kondisi serupa dibayangkan terjadi disini, kami pun menjadi menyalahkan diri sendiri, dan menyayangkan bahwa kami selama ini tidak bersyukur atas hal 'kecil dan sepele' sepele seperti halnya air. 

Di malam-malam yang sunyi dan sepi, kami pun berdendang :

Tuhan, turunkanlah air malam ini

sebanyak yang engkau mau

jika airMu tidak mengalir,

lalu dimanakah jiwa kami akan berenang?

Selasa, 01 September 2009

Milan - Internazionale 0-4, kemenangan penting

Ditengah kegalauan akibat hanya mampu bermain seri 1-1 dengan Bari di kandanga sendiri, di giornata kedua, inter menghancurkan rival sekota, Milan dengan skor fantastis 4-0.  Gol-gol inter dicetak oleh Thiago Motta, Douglas Maicon,  penalti Diego Milito dan terakhir oleh tendangan jarak jauh Dejan Stankovic. Secara umum, penampilan inter malam itu solid, hanya sedikit grogi terutama di lini belakang mengadapi ancaman Alexandre Pato yang malam itu sering memperdayai koleganya di timnas Brasil, Lucio. Penilaian yang fair adalah bahwa milan tampil pincang karena sang motor di lini tengah, Gennaro Gattuso di kartu merah (dua kartu kuning), sehingga milan lebih banyak bertahan. 

Kemenangan ini penting untuk meningkatkan kadar percaya diri karena minggu sebelumnya ditahan Bari, tim promosi. Tapi sepertinya inter kadang bermain terlalu pede sehingga terkesan menyepelekan lawan. Jadi, keseimpulan dari partai derby della madoninna adalah bukan inter yang tampil hebat, tapi milan lah yang tampil buruk. Sisi positif dari gim ini adalah penampilan eksepsional dari Diego Milito, dimana ia mencetak 1 gol lewat eksekusi penalti, dan 2 assist untuk Motta dan Maicon.

Well done, lads!

Internazionale submit player for UEFA Champions League

MILAN - FC Internazionale has submitted to UEFA its list of players for the group stage of the 2009/10 UEFA Champions League.

A list
Goalkeepers
1 Francesco Toldo
12 Julio Cesar
21 Paolo Orlandoni

Defenders
2 Ivan Ramiro Cordoba
4 Javier Zanetti
6 Lucio
13 Maicon
23 Marco Materazzi
25 Walter Samuel
26 Cristian Chivu
39 Davide Santon

Midfielders
5 Dejan Stankovic
7 Ricardo Quaresma
8 Thiago Motta
10 Wesley Sneijder
11 Sulley Muntari
14 Patrick Vieira
19 Esteban Cambiasso
20 Joel Chukwuma Obi
30 Amantino Mancini
52 Antonio Esposito

Strikers
9 Samuel Eto'o
18 David Suazo
22 Diego Milito
45 Mario Balotelli

B list
51 Vid Belec (goakeeper)
15 René Krhin (midfielder)
46 Luca Caldirola (midfielder)
49 Mattia Destro (striker)
53 Luca Tremolada (midfielder)

Rabu, 19 Agustus 2009

Football Manager 2009

Football Manager adalah gim PC yang bertema sepakbola paling populer di kalangan gamer manajer virtual. Kepopuleran gim ini mengalahkan gim bertema serupa, Championsip Manager (CM) meski CM telah lebih dulu lahir. FM memberikan keasyikan tersendiri dibanding CM, terutama karena keakuratan data, baik current ability maupun prospek masa depan (didukung oleh lebih dari 4000 scouts/pemandu bakat), gameplay yang bagus dan tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada CM.

Bahkan, data yang dikumpulkan oleh para scouts tersebut digunakan juga oleh klub-klub besar Eropa, semacam Everton (Inggris) dan Aberdeen (Skotlandia), baik untuk memantau pemain muda maupun calon lawan di Eropa. Itu karena banyak pemain muda yang diramal oleh scouts FM bakal menjadi pemain bagus yang terbukti dikemudian hari. Sebagai contoh, Freddy Adu (Amerika Serikat/Benfica), Andres Guardado(Meksiko/Deportivo la Coruna), Carlos Vela (Meksiko/Arsenal) atau Nikola Kalinic (Hajduk Split/Serbia Montenegro).

Bila ada kelebihan, tentu ada kekurangan, meski itu bisa tidak tampak sama sekali. Contohnya, tidak adanya klausul apapun ketika seorang staf di dekati oleh klub lain, yang ada hanya kompensasi, itupun kecil sekali untuk ukuran seorang staf yang memiliki reputasi nasional, bahkan internasional.  

Selasa, 18 Agustus 2009

Kamis, 13 Agustus 2009

Mengapa harus berubah?

Suatu ketika, sayabertemu dengan teman-teman sewaktu smu. Padahal kami baru lulus 3 tahun yang lalu. Tapi itu tidak mengurangi antusiasme kami untuk saling bercerita. Ada yang masih kuliah, ada yang sudah berkeluarga, ada yang sudah bekerja. Ada kisah sedih, juga ada yang menyenangkan. Sekilas, tampak tak ada yang berbeda dengan kami semua, hanya sedikit canggung karena lama tidak bertemu, terutama untuk mereka yang keluar kota.

Uniknya,  ada yang berubah dari cara kami menampilkan diri. Ada yang memakai henpon terbaru dengan kamera, jepret sana-jepret sini, telpon sana-telpon sini, ada yang secara visual mirip artis sinetron, rambut spikey, baunya wangi sekali sampai saya tidak bisa membedakan mana yang bau parfum mana yang minyak kenyonyong. Ada yang menggendong anak, dan ketika disapa menjawab dengan antusias 'biasa bro, akibat pergaulan bebas...'. Ada juga yang stagnan, status quo, ingin atau lebih tepatnya keadaan yang membuat mereka seperti itu- tetap seperti dulu. Mereka adalah orang-orang yang bekerja seusai lulus sekolah. Kisah dibaliknya membuat saya terenyuh, tersentuh lalu bersimpati dengan mengucapkan sedikit hiburan, ' kamu hebat, sekarang sudah bekerja, saya saja masih bingung mau ngapain'...

Perubahan

Tidak bisa disangkal, seiring bertambahnya usia dan berjalannya waktu, perubahan selalu menyertai. Hanya saja, jika perubahan itu menjadikan dirinya bukanlah 'dirinya', perubahan itu menjadi sesuatu yang absurd. Banyak orang ingin seperti orang lain, meniru gaya orang lain dan ingin kehidupannya seperti orang lain. Padahal, menurut saya yang orang bodoh ini, (berusaha) menjadi orang lain itu berarti berbohong. Ya berbohong kepada diri sendiri, kepada orang lain, dan yang lebih parah, berbohong kepada Tuhan. Ah, siapa yang tahu?

Setiap orang pasti ingin berubah, tentunya menjadi lebih baik. Anehnya, ada yang senang meski perubahannya ke arah keburukan. Ada yang kaya karena mencuri, bangga. Ada yang bisa memperistri wanita cantik karena hartanya, bangga. Ada yang bisa mendapatkan pekerjaan imipiannya karena orangtuanya, bangga. Secara tidak sadar -mungkin ngelindur- mereka telah menghabisi tujuan hidupnya, esensi dasar dari pertanyaan apakah yang kita tuju dalam hidup? apakah hanya berubah mengikuti tren? saya tidak ingin membayangkan jika semua orang ingin berubah menjadi artis sinetron yang kulitnya mulus bak batu pualam. Atau ingin menjadi musisi dengan menjiplak lagu oarng lain dan manggung dengan lip-sync? Ah, siapa yang peduli...

Seketika saya jadi kangen dengan Bapak saya. Beliau orang yang membumi. Kalaupun harus sombong, itu karena ada orang yang sombong sedang sombong di depan beliau. Sudah sombong, salah pula. Saya juga kangen dengan teman-teman yang berusaha menutupi kesuksesannya, bukan karena ingin ditiru, tetapi karena semata-mata agar kekayaannya tidak membuatnya tinggi hati dan (merasa) lebih hebat dari orang lain.

Ah, siapa yang peduli? 

Jumat, 07 Agustus 2009

Malam itu (untuk istriku)

diam-diam aku melukis dirimu, ketika di sepertiga malam engkau terlelap dalam tidurmu. kupandangi wajahmu, kupahami tubuhmu dan kubuka seluruh hijab hatimu, hingga aku menemukan sesuatu didalamnya : sebutir cinta

dan aku pun tersenyum